aktaduma.com, Atambua- Persoalan tenaga kontrak daerah (Tekoda) Kabupaten Belu kian memanas ketika anggota DPRD Belu langsung ke BKN soal hasil kelulusan PPPK yang membuat ratusan sarjana jadi pengangguran.
Pernyataan Anggota DPRD Kabupaten Belu Ignatius Ati Koli bahwa Sekda Belu dan BKPSDM berbohong terkait proses seleksi penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) oleh Panitia Seleksi Daerah Kabupaten Belu Tahun 2024 mendapat respon oleh Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Belu Daniel Nahak, S.STP, melalui rilis pada Kamis 8 November 2024 membantah secara tegas tudingan tersebut.
Namun dalam pers rilis yang di tanggapi bukan kepada media yang menulis soal kasus Tekoda melainkan hanya media yang sering menulis puja puji kebobrokan pemerintah oleh pimpinan Bupati Agus Taolin.
Kabag Humas Protokol Setda Belu Tak Paham Alur Kerja Media Sikap Kabag Humas protokol Setda Belu dalam menanggapi pemberitaan sejumlah media di Belu yang memberitakan pernyataan beberapa anggota DPRD Belu yang mengatakan Sekda Belu berbohong justru menunjukan bahwa Kabag Humas Tidak Paham Alur Kerja Media.
Apa yang dipertontonkan Kabag Humas Protokol Daniel Nahak adalah bukti bahwa sebagai pejabat yang membidangi komunikasi publik, Daniel tidak paham alur kerja media.
“Seharunya, sebagai pejabat yang ditempatkan untuk mengurusi komunikasi publik, Daniel mesti mampu dan kreatif untuk menghubungkan pekerja media di Belu dengan Pemda Belu.” Kata Pemred Media aktaduma.com Adrianus Dedy Dasi,Senin (11/11/2024).
Tidak hanya itu, dia juga mesti berperan membuka keran informasi publik kepada masyarakat serta mampu memberikan edukasi yang baik tentang literasi media di Belu. Bukan sebaliknya ia menunjukan ketidakpahaman dia kepada masyarakat.
Sebagai seorang pejabat yang mengurus komunikasi publik termasuk dengan media, Kabag Humas harus paham tentang kerja media. Bukan seperti sekarang.
“Media lain yang menulis berita mengkritisi kebijakan para pejabat, Kabag Humas pasang badan, dan lucunya Kabag Humas tidak menggunakan hak jawab atau hak koreksi melalui media yang menulis berita, Kabag Humas justru berusaha menjawab melalui media lain.Ini bukti dia tidak paham alur kerja media.” Ujarnya.
Seharusnya jabatan Kabag Humas ini segera dievaluasi sebab sudah sering terjadi, Ketika dikonfirmasi dia selalu tidak merespon.
“Lucunya ia memilih untuk menjawab melalui media lain. Jelas-jelas ini pembodohan publik dalam hal literasi media. Bagaimana publik masyarakat kabupaten Belu mau paham soal komunikasi melalui media masa kalau pejabat pemerintahnya saja tidak paham sama sekali. Ini memalukan.”ungkap Adrianus Dedy Dasi.
Jelas bahwa dalam pasal 11 Kode Etik jurnalistik, wartawan Indonesia wajib melayani hak jawab dan hak koreksi secara professional. Artinya, Ketika kabag Humas menilai pemberitaan keliru maka Kabag Humas Protokol berhak memberikan hak jawab dan hak koreksi kepada wartawan dan media yang menulis berita. Bukan lari ke media lain.
Hal ini juga tertuang dalam UU 40 Tahun 1999 tentang pers dimana Pasal 5 ayat 1 dan juga 2 mengatur tentang hak koreksi dan haj jawab. Kenapa Kabag Humas tidak memanfaatkan ruang ini.
Tidak hanya itu, wartawan dan media yang hanya terkesan memuat berita klarifikasi juga mesti melek aturan. Jangan hanya sekedar bisa menulis tapi tidak paham akan aturan-aturan yang menjadi dasar kerja Jurnalistik.
“Inilah pentingnya menjadi wartawan yang kompeten sehingga mampu menghadirkan produk jurnalistik yang dapat memberikan edukasi kepada publik.” Tutupnya.