Aktaduma.com, Atambua- Ditengah pesta rakyat dalam masa pemilu 2024, harga beras melambung tinggi hingga 17 ribu per kilogram, sedangkan petani di Kabupaten gagal tanam padi akibat curah hujan.
Salah satu petani di kecamatan Tasifeto Barat Jon mengatakan tahun ini tanah sawah yang dimilikinya tidak dapat dibajak akibat curah hujan yang menurun sehingga lahan sawah tadah miliki tidak mendapatkan air meskipun dekat dengan sungai besar.
“Tahun ini bukan hanya saya hampir semua tidak bisa olah lahan sawah tadahan karena hujan yang tidak jelas, air di sawah saja tidak ada bagaimana kita Mai olah lahan sedangkan bibit sudah disemaikan pada Januari lalu,” keluh Jon. Senin (12/02/2024)
Ditanya soal harga beras yang semakin mahal dirinya berharap agar pemerintah daerah dapat memberikan solusi kepada petani agar harga beras tidak semakin mahal.
“Baru bulan begini beras sudah naik sampe 17 ribu per kilogram, apalagi kedepannya bisa sampai 20 ribu lebih perkilogram. Petani bisa kelaparan yang serius dan tidak menutup kemungkinan warga Belu akan keluar merantau,” ujarnya.
Dikutip dari Antaranews.com, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengatakan para peritel terpaksa menjual komoditas bahan pokok seperti beras, gula, dan minyak goreng di atas harga eceran tertinggi (HET) serta harga acuan lainnya lantaran mendapat harga yang tinggi dari produsen.
Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey mengatakan, para para produsen telah menaikkan harga beli (tebus) sebesar 20-35 persen di atas HET sejak sepekan terakhir, sehingga peritel juga harus menaikkan harga jual.
“Faktanya saat ini kami tidak ada pilihan dan harus membeli dengan harga di atas HET dari para produsen atau pemasok beras lokal, bagaimana mungkin kami menjual dengan HET,” ujar Roy saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Minggu.
Roy menyampaikan, Aprindo tidak memiliki wewenang untuk mengatur dan mengontrol harga yang ditentukan oleh produsen bahan pokok.
Harga yang ditetapkan oleh produsen sebagai sektor hulu selanjutnya mengalir kepada peritel di sektor hilir melalui jaringan distribusi, kemudian dibeli atau dibelanjakan oleh masyarakat pada gerai ritel modern.
Kenaikan harga dari produsen dapat menyebabkan kekosongan atau kelangkaan bahan pokok di gerai ritel modern Indonesia.
Menurut Roy, kelangkaan yang terjadi di kemudian hari mampu menimbulkan panic buying atau pembelian secara berlebihan karena takut kekurangan stok.
Peritel saat ini disebut mulai kesulitan mendapatkan suplai beras untuk tipe premium lokal kemasan 5 kilogram. Keterbatasan ini disebabkan karena masa panen diperkirakan baru akan terjadi pada pertengahan Maret 2024.
Selain itu, belum masuknya beras tipe medium (SPHP) yang diimpor pemerintah juga menjadi penyebab kelangkaan dan tingginya harga beras.
“Situasi dan kondisi yang tidak seimbang antara suplai dan demand inilah yang mengakibatkan kenaikan HET beras pada pasar ritel modern dan pasar rakyat,” kata Roy.
Aprindo pun meminta pemerintah untuk merelaksasi HET dan harga acuan lainnya agar peritel dapat membeli bahan pokok dari produsen.